Selasa, 02 Agustus 2011

Jakarta dan Kemacetannya


Jakarta dan kemacetannya
Oleh : Qomaruzzaman

Bis berdatangan para penumpang memadati halte, mereka tampak resah, terlihat dari wajahnya yang sedikit mengkerut. Mereka resah menanti kedatangan bis, padatnya penumpang dan minimnya fasilitas  membuat suasana semangkin gerah dan panas,
hal yang sama juga saya rasakan, jam di ponselku menujukkan pukul 16.30  ternyata tampa disadari saya beserta orang – orang itu telah berdiri 45 menit rasa pegel dan letih menambah kebingungan ditambah lagi dengan keringat yang bercucuran sehingga sesekali harus di lap dengan tissue.

Tak lama kemudian bis yang saya tunggu akhirnya datang, rasa gembira pun menghampiri semua calon penumpang, namun senyum itu tidak lama karena saya harus berdesak – desakan dengan penumpang lainya.
Kursi yang tak seimbang dengan penumpang membuat saya berdiri tapi untuglah bis transjakrta ini dilengkapi dengan pendingin udara (AC), halte demi halte telah dilewati, penumpang semangkin penuh membuat suasana tidak nyaman, pendingin udara itu, seolah tidak berfungsi karena padatnya penumpang.

Setelah berdiri lama, akhirnya  saya sampai di halte harmoni. Kini saya harus mengantri bersama penumpang lainnya, saya harus berlari kecil agar tidak terlambat karena dalam sedetik antrian mulai penuh dan sesak.
Saya menuju loket dua tujuan PGC. Mata ku tertuju pada wanita setengah baya dan saya bertanya,

sudah berapa lama antrinya bu?  

“ya ini udah 30 menit”

bukan waktu yang sedikit. Kemacetan membuat   Orang – orang yang tinggal di Jakarta menghabiskan waktunya hanya dijalan. Seandainya tatanan transportasi di jakarta di tata dengan baik dan kebijakan tentang transportasi diatur dengan baik pula dan tak kalah pentingnya adalah peningkatan mutu transportasi umum maka, warga ibu kota  akan lebih efektif dan efisien dalam menggunakan waktu dan mereka akan beralih untuk menggunakan falitas umum.

Jakarta merupakan 14 kota terpadat didunia. Tercatat misalnya pertumbuhan kendaraan di Jakarta mencapai 12 juta, hampir setara dengan jumlah penduduknya. Hampir 4 juta kendaraan didominasi oleh kendaraan roda empat. Keadaan seperti ini membuat kita harus berfikir keras dan tak jarang harus bekerja keras untuk menaklukkan kemacetan di ibu kota.

Bagaimana pemerintah dapat mengatasi kemacetan ini? Dan seperti apakah tindakan – tindakan yang akan dilakukan? Mungkin pertanyaan inilah yang sering muncul, karena setiap orang pasti mengingikan kenyamanan dalam perjalanan dan mendapatkan pelayanan  yang terbaik.

Seperti yang di sampaikan oleh Budi

“Jakarta sebenarnya tidak terlau besar dan jauh, saya coba dari  Jakarta pusat ke Pondok Gede hanya butuh satu jam namun pada siang hari saya butuh 3 jam ini saya coba pada pukul 2.00 pagi ketika jalanan lengang ”.

Perjalan itu terasa amat menyenangkan, karena yang selama ini hanya bisa dilihat ditelevisi kini gedung – gedung itu bisa dilihat dengan mata telanjang, dan hiruk pikuk ibu kota bisa disaksikan langsung, bangunan di Jakarta sangat padat dan hampir sejauh mata memandang yang ada hanya gedung – gedung menjulang, sedikit sekali pemandangan hijau yang dapat dinikmati oleh mata, selama perjalanan itu mata hanya dimanjkan oleh mobil yang berbaris seolah nyaris tidak bergerak, kemacetan dimana – mana, lalu lintas yang semraut, bahkan tak jarang saya melihat pengendara yang di hampiri polisi karena berada pada jalur busway.

Namun yang membuat saya bertanya – tanya mengapa orang – orang dari daerah selalu ingin mengejar impian mereka di Ibu Kota ini,? padahal sekilas saya lihat mereka sangat susah mencari nahfkah, tak jarang ketika melintasi jalanan di Jakarta banyak pedangang yang berjualan di pinggir jalan, mulai dari penjual asongan bahkan menggunakan gerobak.

Pemandangan ini hampir saya temui sepanjang perjalanan ku dari halte Medika menuju Jakarta pusat, namun inilah ibu kota seribu janji yang ia berikan dan sejuta harapan yang ia tawarkan walau pada dasarnya semua akan dicapai oleh mereka yang sudah siap menaklukkan Jakarta yaitu bagi mereka yang sudah mempunayi skill dan kecakapan hidup.

Setelah melawati kemacetan akhirnya saya pun tiba di halte salemba, alhamdulillah saya bisa melawati perjalanan yang melelahkan, ketika itu adzan magrib dikumandangkan, sinar matahari pun telah digantikan oleh sinar lampu – lampu jalan, indah sekali gedung – gedung pencakar langit itu toh walaupun keindahn itu menyimpan seribu penderitaan bagi orang lain,

0 komentar:

Posting Komentar