Tajin (Bubur) simbol
ritual pada masyarakat Madura
Oleh: Qomaruzzaman
Tajin atau dalam
bahasa Indonesia disebut bubur. Makanan yang satu ini sudah tidak asing lagi
bagi masyarakat Indonesia, makanan ini bisa kita temui dimanapun dari mulai
yang “elite” sampai yang biasa dipinggir jalan, orang biasanya mengkonsumsinya
pada pagi hari sebagai menu sarapan
pagi.
Pada masyarakat Indonesia bubur memiliki nama tersendiri
tergantung pada adat dan istiadat mereka,sebut saja bubur pedas dari Kalimantan
Barat tepatnya Kabupaten Sambas dan bubur Suro pada masyarakat Jawa.
Pada masyarakat madura tajin merupak simbol dari sebuah rasa
syukur yang mendalam terhadap karunia yang diberikan oleh Allah, maka mereka
wujudkan dalam tradisi yang unik dan dengan media bubur ini pula dijadikan
ajang untuk menjalin silaturrahmi antar sesama.
Tajin Slamet
Pada masyarakat Madura bubur bisa bermacam-macam nama, tergantung pada bulannya, pada masyarakat
madura bubur sangat penting karena bubur dapat digunakan sebagai media ritual.
Tajin slamet
misalnya bubur ini dibuat untuk siapa pun yang mau bepergian kedaerah yang
jarak tempuhnya jauh, atau untuk melakukan aktivitas yang lain, seperti membuat
rumah, mau bercocok tanam, panen, dan sebagianya maka ritual pertama adalah membuat tajin sebagia media untuk meminta
keselamatan.
Tajin slamet ini
sangat sederhana tak ada yang berbeda pada bubur kebanyakan yaitu beras yang
dimasak sampai lembut dan sedikit ber air, pada tajin slamet biasa ditaburi gula merah atua gula putih.
Tajin Pedis atau Resem
Selain itu ada pula tajin pedis (bubur pedas,)atau biasa
disebut juga dengan tajin resem (tajin
campur), bubur ini di buat pada bulan muharram, bulan muharram merupakan awal
bulan tahun hijriah, bulan muharram mempunyai banyak sejarah dan bulan ini
sangat di istimewakan dan dimuliakan karena kejadian-kejadian besar banyak pada
bulan muharram ini. Bulan muharram dalam bahasa madura disebut bulan sorah.
Tajin pedis atau tajin resem terbuat dari beras dan
dicampuri dengan berbagai jenis bahan masakan lainnya seperti kacang, ubi,
kacang panjang, kacang ijo dan lain-lain. Untuk itu bubur dengan berbagai
campuran ini desebut dengan tajin resem,
resem dalam bahasa madura sering
diartikan campur aduk.
Tajin pedis bukan hanya sebagai simbol ritual saja namun
lebih dari itu, sejarah telah mencatat kejadian awal mula tajin pedis ini,
secara historis.
Sejarahnya...
Berawal dari sebuah kisah Nabi Nuh As, yang kala itu beliau
mendapatkan printah dari Allah SWT, untuk membuat kapal guna terhindar dari
bahaya banjir bandang yang akan menimpa kaumnya yang ingkar. Dan setelah banjir
itu datang ummatnya yang tidak ingkar ikut dalam rombongan Nabi Nuh AS, setelah
banjir bandang tersebut surut maka Nabi Nuh dan ummatnya turun kedaratan.
Setelah selamat dari banjir bandang tersebut maka Nabi Nuh
bertanya kepada ummatnya, “masih adakah sisa-sisa bekal pelayaran?” kemudian ummatnya menjawab “masih
ya Nabi” dan Nabi Nuh pun memerintahkan untuk mengumpulkan semua sisa-sisa
makanan tersebut untuk dimasak. Dan semenjak saat itulah kejadian ini
diterjemahkan oleh masyarakat Madura sebagai tanda syukur terhadap Allah dan
kemudian mereka membuat tajin pedis.
Tajin Mera Pote (Bubur
Merah Putih )
Bubur merah putih atu tajin
mera pote merupakan salah satu bubur yang dijadikan alat untuk
mengungkapkan rasa syukur terhadap Allah SWT, sebagimana Nabi Nuh mengungkapkan
rasa syukurnya dengan memasak sisa-sisa bekal pada kejaidian banjir bandang
yang menimpa kaumnya yang ingkar.
Rasa syukur ini pula di wujudkan oleh masyarakat madura
sehingga mereka membuat tajin mera pote.
Bubur atau tajin mera
pote sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Madura, pada setiap bulan
safar atau biasa orang Madura bilang Sappar,
pada bulan inilah mereka membuat tajin
mera pote.
Bubur ini sedikit berbeda dengan bubur yang lain seperti tajin slamet, dan TajinPedis. Khusus untuk bubur yang satu ini bahan bakunya bukanlah beras melainkan tepung, bubur merah
dibuat dari tepung ketan dan bubur putih dibuat dari tepung beras, rasanya pun
berbeda jika yang merah manis dan yang putih rasanya asin sehingga kalau dimakan akan terasa enak
manis dan asin.
Tradisi bubur merah putih ini, di laksanakan bukan tanpa
alasan, ritual-ritual ini di laksanakan untuk mengenag sejarah penting dalam
Islam, bagaimana sejarahnya?
Sejarah...
Sayyidina Husain bin Ali bin Abi
Thalib sang Cucu Rasulullah saw terbunuh oleh Yazid bin Muawiyah. Pembunuhan
ini lebih tepat bila disebut dengan pembantaian karena tidak seimbangnya dua
kekuatan yang saling berhadap-hadapan. Pembantaian ini terjadi di padang
Karbala ketika dalam perjalanan menuju Irak.
Kejadian pembunuhan terhadap Husain cucu Rasulullah
saw ini, tidak boleh terhapus dari memori kolektif maupun individu generasi
Muslim. Kejadian-kejadian dalam sejarah ini harus selalu dipupuk dengan subur
sebagai salah satu media pendidikan kepahlawanan dalam Islam.
Berbagai metode pun dilakukan untuk mengenag sejarah tradisi kolaitas. Pada masyarakat madura misalnya kita mengenal tajin mera dan tajin pote (bubur merah putih) yang dibagikan pada tetangganya tidak lain untuk merawat ingatan sejarah tersebut secara perlambang.
Berbagai metode pun dilakukan untuk mengenag sejarah tradisi kolaitas. Pada masyarakat madura misalnya kita mengenal tajin mera dan tajin pote (bubur merah putih) yang dibagikan pada tetangganya tidak lain untuk merawat ingatan sejarah tersebut secara perlambang.
Bubur putih bermakna rasa syukur akan panjngnya umur
hingga mendapatkan tahun baru kembali, semoga kehidupan tambah makmur. Seperti
rasa syukurnya Nabi Nuh setelah berlayar dari banjir bandang, seperti syukurnya
Nabi Musa setelah mengalahkan Fir’aun.
Disamping itu Bubur Putih merupakan lambing kebenaran
dan kesucian hati yang selalu menang dalam catatan sejarah yang panjang.
Meskipun kemenangan itu tidak selamanya identik dengan kekuasaan, seperti
Sayyidina Husain sebagai kelompok putihan yang ditumpas oleh Yazid bin
Muaswiyyah sang penguasa laknat.
Sedangkan tajin mera (bubur merah) adalah pembanding yang selalu hadir dalam kehidupan di dunia berpasang-pasangan. Ada indah ada buruk, ada kebaikan ada kejahatan. Semoga semua hal-hal buruk itu senantiasa dijauhkan oleh Allah dari kita amien.
Sedangkan tajin mera (bubur merah) adalah pembanding yang selalu hadir dalam kehidupan di dunia berpasang-pasangan. Ada indah ada buruk, ada kebaikan ada kejahatan. Semoga semua hal-hal buruk itu senantiasa dijauhkan oleh Allah dari kita amien.
Jadi bubur yang berwarna merah dan putih merupakan
representasi dari rasa syukur yang mendalam. Atas segala karunia Allah swt. Dan
yang lebih penting dari itu semua, Tajin
atau Bubur merupakan wahana untuk merawat ingatan akan adanya sejarah besar
dalam Islam.
0 komentar:
Posting Komentar