Selasa, 17 Januari 2012

Tajin (Bubur) simbol ritual pada masyarakat Madura


Tajin (Bubur) simbol ritual pada masyarakat Madura

Oleh: Qomaruzzaman

Tajin atau dalam bahasa Indonesia disebut bubur. Makanan yang satu ini sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia, makanan ini bisa kita temui dimanapun dari mulai yang “elite” sampai yang biasa dipinggir jalan, orang biasanya mengkonsumsinya pada  pagi hari sebagai menu sarapan pagi.
Pada masyarakat Indonesia bubur memiliki nama tersendiri tergantung pada adat dan istiadat mereka,sebut saja bubur pedas dari Kalimantan Barat tepatnya Kabupaten Sambas dan bubur Suro pada masyarakat Jawa.

Pada masyarakat madura tajin merupak simbol dari sebuah rasa syukur yang mendalam terhadap karunia yang diberikan oleh Allah, maka mereka wujudkan dalam tradisi yang unik dan dengan media bubur ini pula dijadikan ajang untuk menjalin silaturrahmi antar sesama.


Tajin Slamet

Pada masyarakat Madura bubur bisa bermacam-macam nama,  tergantung pada bulannya, pada masyarakat madura bubur sangat penting karena bubur dapat digunakan sebagai media ritual.
Tajin slamet misalnya bubur ini dibuat untuk siapa pun yang mau bepergian kedaerah yang jarak tempuhnya jauh, atau untuk melakukan aktivitas yang lain, seperti membuat rumah, mau bercocok tanam, panen, dan sebagianya  maka ritual pertama adalah membuat tajin sebagia media untuk meminta keselamatan.
Tajin slamet ini sangat sederhana tak ada yang berbeda pada bubur kebanyakan yaitu beras yang dimasak sampai lembut dan sedikit ber air, pada tajin slamet biasa ditaburi gula merah atua gula putih.

Tajin Pedis atau Resem

Selain itu ada pula tajin pedis (bubur pedas,)atau biasa disebut juga dengan tajin resem (tajin campur), bubur ini di buat pada bulan muharram, bulan muharram merupakan awal bulan tahun hijriah, bulan muharram mempunyai banyak sejarah dan bulan ini sangat di istimewakan dan dimuliakan karena kejadian-kejadian besar banyak pada bulan muharram ini. Bulan muharram dalam bahasa madura disebut bulan sorah.

Tajin pedis atau tajin resem terbuat dari beras dan dicampuri dengan berbagai jenis bahan masakan lainnya seperti kacang, ubi, kacang panjang, kacang ijo dan lain-lain. Untuk itu bubur dengan berbagai campuran ini desebut dengan tajin resem, resem dalam bahasa madura sering diartikan campur aduk.
Tajin pedis bukan hanya sebagai simbol ritual saja namun lebih dari itu, sejarah telah mencatat kejadian awal mula tajin pedis ini, secara historis.

Sejarahnya...

Berawal dari sebuah kisah Nabi Nuh As, yang kala itu beliau mendapatkan printah dari Allah SWT, untuk membuat kapal guna terhindar dari bahaya banjir bandang yang akan menimpa kaumnya yang ingkar. Dan setelah banjir itu datang ummatnya yang tidak ingkar ikut dalam rombongan Nabi Nuh AS, setelah banjir bandang tersebut surut maka Nabi Nuh dan ummatnya turun kedaratan.

Setelah selamat dari banjir bandang tersebut maka Nabi Nuh bertanya kepada ummatnya, “masih adakah sisa-sisa bekal  pelayaran?” kemudian ummatnya menjawab “masih ya Nabi” dan Nabi Nuh pun memerintahkan untuk mengumpulkan semua sisa-sisa makanan tersebut untuk dimasak. Dan semenjak saat itulah kejadian ini diterjemahkan oleh masyarakat Madura sebagai tanda syukur terhadap Allah dan kemudian mereka membuat tajin pedis.

Tajin Mera Pote (Bubur Merah Putih )

Bubur merah putih atu tajin mera pote merupakan salah satu bubur yang dijadikan alat untuk mengungkapkan rasa syukur terhadap Allah SWT, sebagimana Nabi Nuh mengungkapkan rasa syukurnya dengan memasak sisa-sisa bekal pada kejaidian banjir bandang yang menimpa kaumnya yang ingkar.
Rasa syukur ini pula di wujudkan oleh masyarakat madura sehingga mereka membuat tajin mera pote.
Bubur atau tajin mera pote sudah menjadi tradisi di kalangan masyarakat Madura, pada setiap bulan safar atau biasa orang Madura bilang Sappar, pada bulan inilah mereka membuat tajin mera pote.

Bubur ini sedikit berbeda dengan bubur yang lain seperti tajin slamet, dan TajinPedis. Khusus untuk bubur yang satu ini bahan bakunya  bukanlah beras melainkan tepung, bubur merah dibuat dari tepung ketan dan bubur putih dibuat dari tepung beras, rasanya pun berbeda jika yang merah manis dan yang putih rasanya  asin sehingga kalau dimakan akan terasa enak manis dan asin.

Tradisi bubur merah putih ini, di laksanakan bukan tanpa alasan, ritual-ritual ini di laksanakan untuk mengenag sejarah penting dalam Islam, bagaimana sejarahnya?

Sejarah...

Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib sang Cucu Rasulullah saw terbunuh oleh Yazid bin Muawiyah. Pembunuhan ini lebih tepat bila disebut dengan pembantaian karena tidak seimbangnya dua kekuatan yang saling berhadap-hadapan. Pembantaian ini terjadi di padang Karbala ketika dalam perjalanan menuju Irak.
Kejadian pembunuhan terhadap Husain cucu Rasulullah saw ini, tidak boleh terhapus dari memori kolektif maupun individu generasi Muslim. Kejadian-kejadian dalam sejarah ini harus selalu dipupuk dengan subur sebagai salah satu media pendidikan kepahlawanan dalam Islam.

Berbagai metode pun dilakukan untuk mengenag sejarah tradisi kolaitas. Pada masyarakat madura misalnya kita mengenal tajin mera dan tajin pote (bubur merah putih) yang dibagikan pada tetangganya tidak lain untuk merawat ingatan sejarah tersebut secara perlambang.
Bubur putih bermakna rasa syukur akan panjngnya umur hingga mendapatkan tahun baru kembali, semoga kehidupan tambah makmur. Seperti rasa syukurnya Nabi Nuh setelah berlayar dari banjir bandang, seperti syukurnya Nabi Musa setelah mengalahkan Fir’aun.

Disamping itu Bubur Putih merupakan lambing kebenaran dan kesucian hati yang selalu menang dalam catatan sejarah yang panjang. Meskipun kemenangan itu tidak selamanya identik dengan kekuasaan, seperti Sayyidina Husain sebagai kelompok putihan yang ditumpas oleh Yazid bin Muaswiyyah sang penguasa laknat.

Sedangkan tajin mera (bubur merah) adalah pembanding yang selalu hadir dalam kehidupan di dunia berpasang-pasangan. Ada indah ada buruk, ada kebaikan ada kejahatan. Semoga semua hal-hal buruk itu senantiasa dijauhkan oleh Allah dari kita amien.

Jadi bubur yang berwarna merah dan putih merupakan representasi dari rasa syukur yang mendalam. Atas segala karunia Allah swt. Dan yang lebih penting dari itu semua, Tajin atau Bubur merupakan wahana untuk merawat ingatan akan adanya sejarah besar dalam Islam. 

0 komentar:

Posting Komentar